'/> Sertifikasi Guru Hanya Demi Menerima Tunjangan

Info Populer 2022

Sertifikasi Guru Hanya Demi Menerima Tunjangan

Sertifikasi Guru Hanya Demi Menerima Tunjangan
Sertifikasi Guru Hanya Demi Menerima Tunjangan
Sertifikasi Guru Hanya Sekadar Tambah Tunjangan Sertifikasi Guru Hanya Demi Mendapat Tunjangan
Sekarang sering sertifikasi tidak mencerminkan apa-apa, hanya prosedural untuk mendapat tunjangan.
Sertifikasi guru belum berbanding lurus dengan kualitas yang ada. Hal ini dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengkritik perkembangan pendidikan di Tanah Air. Menurutnya sertifikasi telah berkembang menjadi sebatas mekanisme untuk mendapat pinjaman guru yang lebih tinggi.

"Sekarang sering sertifikasi tidak mencerminkan apa-apa, hanya prosedural untuk mendapat tunjangan. Bukan berarti ia profesional bertanggung jawab berkualitas pada pekerjaannya," kata Sri Mulyani dalam Dialog Publik Pendidikan Nasional Persatuan Guru Republik Indonesia di Gedung Guru Indonesia, Jakarta (10/7/18).

Salah satu pola sederhana dari profesionalitas dan tanggung jawab guru yakni memastikan anak didiknya mengikuti pelajaran dengan baik, bukan sekadar hadir dalam kelas namun pikirannya berada di tempat lain. Lebih jauh, ia sempat menyinggung kinerja guru tetap yang kerap tidak terlihat mengajar dibandingkan dengan guru honorer.

Para guru dibutuhkan bisa bersikap baik alasannya perilaku guru sanggup mewakili perilaku pemerintah. Apalagi, perilaku guru mulai dari cara mengajar hingga cara memberi nilai sanggup ditiru oleh murid yang merupakan aset bangsa. Selain itu, ia meminta para guru betul-betul berkomitmen meningkatkan kualitasnya.

“Kalau aku lihat pinjaman guru, sertifikasi dulu aku bahagia ada. Tapi kini itu tidak mencerminkan apa-apa, cuma untuk sanggup tunjangan. Maka kita harus berfikir keras mengenai kualitas guru ini," kata Sri Mulyani.

Sejatinya, guru melaksanakan sertifikasi untuk pertanda kemampuan mengajarnya. Adapun pemerintah menawarkan imbalan atas kemampuan tersebut dengan menawarkan pinjaman profesi. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 wacana Guru dan Dosen.

Baca: "Masih Ada Guru Sertifikasi yang Malas Mengajar"

Pemerintah telah mengalokasikan dana pendidikan sebesar 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya dalam upaya mendukung dunia pendidikan. Sebanyak sepertiga dari anggaran pendidikan dikelola pemerintah pusat, sementara dua pertiganya dikelola oleh pemerintah daerah.

Menurutnya pemanfaatan anggaran tersebut belum optimal. Jika dibandingkan dengan Vietnam yang juga mengalokasikan proporsi sebesar 20% untuk pendidikan, dari hasil tes, Indonesia masih berada di bawah Vietnam. Padahal, Indonesia sudah mengalokasikan semenjak 2009 jauh lebih dulu dibandingkan Vietnam.

“Vietnam yang sudah memulai 20 persen dari APBN semenjak 2013, tapi, jikalau dihitung hasilnya, matematika misalnya, skor Vietnam tinggi di nilai 90, sedangkan kita di 50 hingga 40," kata Sri Mulyani.

Dengan anggaran yang tinggi, tenaga pengajar berpotensi untuk memperebutkan dana tanpa mempertimbangkan sasaran dan tujuan yang sesuai dengan harapan anak didik. Menurutnya penggunaan APBN sebagai insentif di bidang pendidikan terus diperbaiki. Ini juga harus ditunjang dengan indeks hasil berguru pendidikan bisa lebih baik.
Advertisement

Iklan Sidebar